Jumat, 28 Maret 2008

Pengemudi Liar

Menjengkelkan. Itulah kalimat yang layak kalau saya lagi lampu hijau terus ada orang nyerobot jalan padahal dia lagi lampu merah, huuu… Sekali lagi menjengkelkan.
Berapa kali anda mengalami ini dalam sehari? Biasanya apa yang anda perbuat? Atau jangan2 anda pelakunya? Hehe… Saya sering bertanya pada diri saya sendiri kenapa ya moral disiplin pengemudi khususnya di Jakarta semakin rendah? Bahkan kalau lampu merah kita diklakson dari belakang (paling sering kendaraan umum) menyuruh kita untuk jalan dengan alasan jalan lagi sepi. Wahai para pengemudi yang seperti itu ada seruan untukmu, bertobatlah.
Tidak dipungkiri saya juga pernah melakukan hal seperti itu, namun ketika saya bertobat dan menyadari bahwa hal ini tidak benar, saya mulai belajar menjadi salah satu pengemudi terdisiplin. Yah untuk mengubah para pengemudi yang seperti itu tidaklah gampang. Mungkin para polisi sudah melakukan berbagai macam cara, walau kalau kita lihat dilapangan para polisi dianggap tidak ada oleh mereka. Namun mari kita belajar untuk menjadi pengemudi yang benar dikota kita sendiri ditempat dimana kita menjadi tuan rumah, biar kalau ada orang asing yang datang ke Indonesia terkesan dengan kedisiplinan kita. Bukankah kalau kita disiplin dalam berlalu lintas adalah cermin pribadi kita dan juga cermin budaya bangsa?

Pengakuan

Pengakuan itu penting. Hari ini gw belajar tentang namanya pengakuan, khususnya dalam hal pekerjaan kita. Buat apa kita kerja tapi hasil kerjaan kita malah disepelekan? Teman gw marah2 karena apa yang dia kerjakan malah dianggap angin lalu oleh bosnya. Sebenarnya dia hanya butuh pengakuan atau setidaknya ucapan terima kasih, tapi dia tidask mendapatkan itu. Memang pengakuan itu dibutuhkan.
Gw juga begitu buat apa kita melakukan hal2 yang banyak tapi malah dianggap tidak berbuat apa2. tapi bersyukur untuk saat ini apa yang gw buat masih diapresiasi oleh orang2 yang disekeliling gw. Hmm…, gw juga mau mengajak kita semua untuk bisa memberi pengakuan buat pekerjaan yang dilakukan oleh orang2 disekeliling kita walaupun dia seorang pembantu!. Kalau kita mau diakui oleh orang lain maka itu dimulai dari diri kita terlebih dahulu, yaitu mulai mengakui pekerjaan orang lain.

Sabtu, 22 Maret 2008

Memilih Teman

Dalam hidup ini manusia tidak bisa hidup sendirian. Manusia adalah mahkluk sosial bukan individualis. Manusia membutuhkan lingkungan untuk mereka berkembang dan mengapresiasikan karya mereka. Manusia membutuhkan teman. Mungkin teman itu hanya sekedar masuk dalam hati kemudian keluar lagi dan tidak pernah kembali. Hal ini membuktikan bahwa setiap manusia pasti berteman.
Namun dalam hidup ini, sering kita merasa bahwa kita salah memilih teman. Kita menganggap teman itu selalu menyulitkan dan tidak bisa diajak bekerja sama bahkan teman bisa menjerumuskan hidup kita. Tapi sesungguhnya teman itu mempunyai banyak keunggulan.
Saya kasih contoh :Dalam dunia olah raga tinju, seorang petinju mempunyai teman untuk berlatih (sparing partner, lawan bertinju dalam latihan-latihan persiapan). Mereka berlatih dengan sungguh-sungguh dan dengan kekuatan penuh. Seorang petinju berlatih dengan beberapa sparing partner yang masing-masing mempunyai keistimewaan tertentu secara bergantian agar ia dapat menguasai dan mengalahkan bermacam-macam taktik dan keahlian lawan kelak dalam pertandingan yang sebenarnya. Seorang teman adalah sparing partner kita untuk maju. Mungkin dia membuat pukulan yang keras kearah kita namun itu melatih kita. Pukulan itu membuat kita kuat apabila menerima pukulan yang sama. Kita juga bisa mengetahui seberapa jauh kekuatan teman kita, taktik apa yang digunakan dan itu sangat menolong kita untuk mengahdapi teman tang bertipe sama seperti ini. Karenanya jangan takut mempunyai teman. Seorang teman dipersiapkan untuk menolong kita, mengasah kita, dan mempersiapkan kita untuk menghadapi teman yang mungkin bisa menjatuhkan kita.Kalau kita mempunyai banyak teman maka bersyukurlah kita karena mereka telah dipersiapkan untuk menguji diri kita dan kalau kita hanya mempunyai sedikit teman juga kita harus bersyukur. Besi menajamkan besi, manusia menajamkan manusia. Pesan saya adalah kelilingilah diri kita dengan teman2 yang dapat menolong, mengasah hidup kita. Dalam hal ini carilah sparing partner yang baik supaya hidup kita dikemudian hari akan menjadi lebih baik.

Karya yang baik (part 2)

R.I.P= Rest In Peace. Kalimat ini pasti tidak asing lagi buat kita. Kalimat ini menandakan bahwa hidup seseorang telah berakhir. Hidup seseorang sudah selesai dan tidak ada karya lagi yang dihasilkannya. Pada saatnya nanti hidup seseorang akan berakhir. Entah dia dalam keadaan susah, kaya, bahagia, sedih, stress, miskin, dan lain sebagainya. Atau dia seorang pengusaha, pejabat, tukang kebun, tukang ojek, penjual martabak, mahasiswa, penjaga toko, karyawan bank, dan berbagai macam profesi lainnya. Namun pada saat seseorang dipanggil oleh Sang Empunya pemilik Dunia ini, pertanyaan yang ditanyakan apakah dia telah menghasilkan suatu karya yang besar atau setidaknya berarti buat lingkungannya?
Tokoh terbesar dalam dunia ini yang saya kagumi adalah mother Theresa. Walau dia sudah berada di alam yang lain dan beristirahat dengan tenang, namun namanya masih dikenal sampai sekarang. Dia membuat kagum orang2 disekelilingnya. dia membuat suatu perubahan yang besar bagi lingkungannya.dan dia menghasilkan suatu karya yang masih ada sampai saat ini. Masyarakat dunia mengakui hal itu dan mereka kagum kepadanya. Lalu bagaimana dengan kita?
Apa setelah kita meninggal orang akan terkagum-kagum dengan karya kita? Apa mereka akan merasa kehilangan seseorang yang telah mengadakan perubahan bagi hidupnya? Apa mereka akan berjanji untuk meneruskan perjuangan yang telah kita buat? Atau jangan2 kebalikannya? Mereka tidak merasa kehilangan, mereka bersukacita karena kita sudah tidak ada, mereka tidak merasakan apa2. Mungkin pekerjaan kita saat ini kecil atau tidak ada artinya. Kita menganggap tidak ada yang bisa dirubah, tidak ada karya yang bisa dihasilkan, tidak ada orang yang respek dengan pekerjaan kita saat ini. Namun saya percaya bila kita melakukan segala sesuatu dengan baik dan melakukan itu dengan segenap hati dengan tujuan supaya apa yang dikerjakan bisa dinikmati orang lain maka kita sedikit-dikit sedang membuat bukit penghargaan untuk diri kita. Kita sedang menabur sesuatu yang pada saatnya nanti akan menghasilkan buah dan kita akan menikmati (panen) hasil taburan kita. Walaupun orang2 disekeliling kita menganggap bahwa apa yang kita lakukan biasa atau itu memang sudah menjadi pekerjaan kita, percayalah pada suatu saat nanti mereka akan merindukan pelayanan kita. Mereka akan merindukan keramahan kita, mereka akan merindukan kehadiran kita. Setidaknya kita meninggalkan karya yang akan berbekas dihati mereka. Karya yang sederhana namun penuh makna walaupun tidak terlihat oleh orang banyak. Dan karya yang sederhana itu akan menghantar kita menuju tempat istirahat yang baik untuk selamanya dimana kehidupan yang baru, kehidupan yang layak telah menanti orang2 yang melakukan pekerjaannya dengan penuh arti.

Kapasitas

Beberapa hari yang lalu saya melihat satu peristiwa yang mungkin saya pernah alami sendiri namun kali ini saya tertawa melihatnya. Ceritanya begini. Ada enam orang mau naik kendaraan umum, taksi lebih tepatnya. Mungkin perjalanan mereka jauh. Banyak taksi yang menolak untuk membawa mereka. Itu pasti, karena melewati jumlah kapasitas.
Namun akhirnya ada juga taksi yang mau membawa mereka. Mereka masuk dan mengatur diri sebaik mungkin. Didepan sudah pasti buat yang agak tua. Nah dibelakang ini yang lumayan susah. Pertama postur tubuh mereka yang besar, kedua mereka mau mendapat yang nyaman. Yah akhirnya mereka didalam saling berpangku-pangku ria dan jatah untuk pantat mereka duduk hanya sedikit. Itu karena mereka melebihi kapasitas.
Hari ini saya membahas tentang kapasitas. Dalam dunia ini semua memiliki kapasitas/batas kemampuan. Semua benda yang kita pakai, kita gunakan, itu ada batasnya. Coba kita perhatikan dengan seksama, ada tidak yang tidak mempunyai kapasitas?
Lift, kalkulator, kendaraan, rumah, kulkas, dan benda2 lainnya mempunyai kapasitas. Kalau kita gunakan benda2 melebihi kapasitas maka yang terjadi adalah kerugian. Akan terjadi kerusakan, pekerjaan jadi lambat, overload, tidak bisa membawa banyak, dan hal2 yang merugikan lainnya. Lalu pertanyaannya, bagaimana dengan manusia (dalam hal ini: hati dan pikiran)? Ternyata manusia juga ada batasnya. Hati kita punya batas. Contohnya: kalau kita sering dihina, diejek, dimarahi tanpa jelas, dilecehkan saya percaya hati kita pasti memberontak. Lalu pikiran kita juga ada batasnya. Kita tidak bisa memikirkan hukum ekonomi, fisika, biologi, kimia, seni, dan lain sebagainya dalam satu pikiran. Pikiran kita hanya terfokus pada bidang yang kita sedang dijalani/miliki.Kita tidak mampu memikirkan hal2 yang melebihi kodrat kita sebagai manusia.
Lalu bagimana jalan keluarnya? Jalannya adalah mengganti, memperluas, memperlebar, memperbanyak kapasitas kita. Benda2 yang kapasitasnya kecil kita ganti dengan yang besar atau diperbanyak untuk bisa menampung. Manusia sendiri harus mengganti hati dan pikirannya yang kecil. Caranya adalah dengan BELAJAR dan BERTANGGUNGJAWAB. Kapasitas yang ingin diperbesar membutuhkan waktu dan harga yang harus dibayar. Itu membutuhkan ketekunan. Kita belajar untuk menerima penghinaan, diskriminasi, diejek. Kita bertanggungjawab untuk kapasitas hati kita. Kita ingin memperbesar maka kesabaran juga diperlukan. Dan hal ini juga berlaku untuk pikiran kita.Manusia yang mampu memperbesar kapasitas hati dan pikirannya adalah manusia yang unggul, yang mampu menguasai diri dan sudah pasti akan selalu rendah hati. Tapi kalau dia sombong itu hanya menunjukan bahwa hatinya kecil walaupun pikirannya besar. Mari kita memperbesar hati dan pikiran kita supaya dunia ini dipenuhi dengan manusia2 luar biasa yang bisa menguasai diri, sopan namun mempunyai pikiran yang brilian.